![]() |
Kepala sekolah SMPN 10 Depok Sumarno, M.Pd. |
HB, DEPOK - Permasalahan pendidikan yang umum terjadi di Indonesia seperti rendahnya layanan pendidikan di Indonesia, rendahnya kualitas pendidikan dan rendahnya kemampuan literasi anak Indonesia. Sebagai seorang kepala sekolah SMPN 10 Depok Sumarno, M.Pd. yang selama ini berkecimpung di dunia pendidikan, pada Selasa, (29/0823) kepada Harian Berantas.co, mengatakan bahwa pelayanan pendidikan saat ini sebenarnya sudah semakin baik.
Menurut Sumarno, sosok “digugu lan tiru” yang lahir di wilayah barat Provinsi Yogyakarta, dari pasangan petani kecil Purwo Sudarmo dan Ibu Sanem bersama sembilan saudara kandung tepatnya di Desa Triharjo Wates Kulonprogo 56 tahun lalu menuturkan, pengabdian dari Dinas Pendidikan di Kota Depok kepada masyarakat sudah sangat dimudahkan dengan berbagai bantuan yang menyentuh langsung pada peningkatan mutu khususnya di sekolah negeri.
Sumarno mengawali karirnya sebagai guru di SMP Negeri 2 Cadasari Kabupaten Pandegelang pada tahun 1994, dan kini sejak tahun 2011 diangkat menjadi kepala sekolah di berbagai sekolah negeri di Kota Depok. Sumarno pun mencontohkan, berbagai bantuan sarana pembelajaran berupa pembangunan dan pemugaran sejumlah sekolah negeri disertai meubeler yang memadai, bantuan alat/media pembelajaran, pengangkatan guru dan tenaga kependidikan yang dibiayai melalui APBD, serta bantuan kepada siswa kurang mampu yang bersekolah di sekolah swasta. Dan masih banyak bantuan lainnya.
Berkenaan dengan mutu pendidikan, hal ini juga berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan pendidikan. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perolehan rapor mutu pendidikan di tingkat nasional. Dalam skala kecil, pada satuan pendidikan sudah banyak kemajuan yang dicapai dalam bentuk penghargaan, baik dari hasil pelayanan pendidikan, kecakapan (kemampuan-red) akademik maupun non akademik.
Begitu pula kemajuan dalam peningkatan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik (siswa/siswi). Hal ini sangat didorong oleh pemanfaatan literasi digital yang tersedia secara luas. Secara global, capaian kemampuan literasi siswa/siswi berdasarkan laporan yang terintegrasi pada dapodik di Kota Depok sudah lebih baik dibandingkan beberapa kota dan kabupaten di Jawa Barat. Namun kemampuan numerasi siswa/siswi perlu ditingkatkan terus.
Langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut, yang perlu dilakukan pemerintah, kata ayah yang dikaruniai tiga orang putra ini, pertama adalah upaya peningkatan pengawasan melalui sistem pengendalian yang efektif dalam kaitannya dengan pelaksanaan implementasi kebijakan mengenai kebijakan tersebut. Kedua, perlunya piloting keteladanan yang patut dicontoh dalam penerapan kebijakan tersebut. Yang ketiga adalah keistiqomahan/keajegan dalam melaksanakan kebijakan sehingga terjadi pemahaman yang purna.
Berdasarkan berbagai pendapat para pakar Pendidikan ada beberapa faktor pendorong yang harus segera ditindaklanjuti antara lain;
Pertama, kualitas guru.
Hal inilah yang perlu diperhatikan pemerintah terkait penyebaran atau pemerataan guru yang berkualitas mengingat luasnya wilayah Indonesia.
Kedua, kurikulum pembelajaran yang sering berganti.
Pada hakikatnya perubahan kurikulum merupakan kebutuhan yang paling penting karena memungkinkan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Yang terpenting adalah bagaimana adanya upaya adaptif yang efektif terhadap perubahan tersebut bagi guru dan siswa.
Ketiga, Anggaran Pendidikan.
Anggaran pendidikan yang cukup memungkinkan untuk mempercepat peningkatan kualitas (mutu) pendidikan. Namun anggaran pendidikan ini harus dibarengi dengan isu-isu strategis di bidang pendidikan, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia secara optimal melalui berbagai kegiatan.
Keempat, Regulasi Pendidikan.
Regulasi (Peraturan) pendidikan dalam bentuk undang-undang harus mempunyai kepastian hukum dan tidak boleh menimbulkan multitafsir dalam pelaksanaannya. Hal ini berkenaan dengan banyaknya undang-undang yang dikeluarkan pemerintah.
Suami dari Siwi Triyastuti, S.Pd. yang juga berprofesi sebagai guru ini menegaskan, selain dipengaruhi oleh berbagai faktor, terdapat faktor lain yang cukup berpengaruh dalam memajukan mutu pendidikan antara lain kinerja guru, semangat belajar anak, dan perlunya dukungan konstruktif dari berbagai pihak.
Sebagai kepala sekolah yang telah banyak memakan asam dan garam dalam dunia pendidikan, Sumarno sangat mengamini bahwa untuk dapat mencapai profesionalisme sebagai guru dalam menghadapi pendidikan di era global tidak hanya sekedar melaksanakan pembelajaran di kelas saja, namun juga mampu untuk mendidik, mengayomi, membimbing, dan membentuk kepribadian peserta didik yang mempunyai kemampuan untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri sebagai sumber daya manusia yang kritis dan kreatif.
Terkait dengan data UNESCO yang menyatakan bahwa mutu pendidikan di Indonesia tergolong rendah dan hal ini dinilai karena rendahnya fasilitas fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, dan tingginya biaya pendidikan, Sumarno mengakui masih terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki terhadap hal-hal tersebut. Hal ini, kata Sumarno, akibat dari belum meratanya pelayanan pendidikan di Indonesia karena kondisi alam Indonesia yang sangat luas yang terdiri dari berbagai pulau yang dipisahkan oleh lautan luas dengan kondisi alam yang belum bisa dijangkau secara efektif. Sehingga berdampak pada rendahnya sarana fisik, pemerataan sumber daya manusia guru termasuk pemerataan kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, pemerataan pendidikan, dan dampak lainnya berupa tingginya biaya pendidikan. Namun perlu diakui bahwa mutu pendidikannya di perkotaan sudah banyak terdapat sekolah berkualitas.
Selain itu, menurutnya terdapat beberapa tantangan untuk menjadi guru profesional di era globalisasi saat ini, antara lain:
Revolusi industri 4.0.
Dunia pendidikan, mau tidak mau, tidak bisa dipisahkan dari pemanfaatan internet. Jadi guru dituntut untuk memiliki keterampilan dalam memanfaatkan internet untuk menunjang kemampuan profesionalnya.
Globalisasi.
Persaingan global mendorong sekolah dan instrument atau perangkatnya untuk terus meningkatkan kualitasnya, terutama peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Tumbuhnya generasi milenial dan generasi Z.
Hal ini ditandai dengan semakin bertumbuhnya populasi generasi muda yang merupakan generasi masa depan yang dinamis namun mudah jenuh (bosan). Sehingga guru dituntut untuk berinovasi dan kreatif dalam memberikan layanan pembelajaran. Guru dituntut untuk tidak melakukan pembelajaran yang membosankan dan cenderung monoton.
Generation Gap.
Kesenjangan jarak antara generasi usia guru dan siswa.
Hal ini dapat menimbulkan perbedaan persepsi dan perilaku dalam proses pembelajaran. Salah satu permasalahannya adalah tidak semua guru memiliki kecakapan (keterampilan-red) membangun interaksi egaliter dengan siswa. Artinya guru harus mampu memposisikan siswanya tidak berjauhan sehingga terjadi keakraban dalam pembelajaran. Kemampuan lain yang harus dikembangkan oleh guru, di era globalisasi ini guru harus terus mengasah kemampuan profesionalnya, menguasai banyak bahasa dan budaya serta terus mengembangkan karakter positif.
Kendala guru dalam membangun profesionalisme guru bermacam-macam, salah satunya adalah Lacking Of Preparation atau kurangnya persiapan guru sebagai guru yang harus melakukan persiapan sebelum melaksanakan proses pembelajaran, baik persiapan materi maupun administrasi pembelajaran. Kedua, Kedua, penguasaan karakter siswa (Students habits) keberagaman karakteristik peserta didik. Hal ini akan mempengaruhi pemilihan metode dan strategi pembelajaran yang akan diterapkan guru dalam menyampaikan pembelajaran. Ketiga, menemukan bakat dan minat siswa (Find their passion) Penguasaan bakat dan minat peserta didik. Kemampuan memahami bakat dan minat siswa akan mempengaruhi pemilihan penciptaan kondisi belajar siswa sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Keempat, memfokuskan konsentrasi siswa. (Lack of concentration). Kemampuan guru dalam mempertahankan konsentrasi siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Meskipun faktor utama penyebab rendahnya kualitas guru di Indonesia adalah tidak optimalnya pengelolaan sumber daya manusia dalam merekrut guru, hal ini mungkin ada benarnya. Salah satu hasil penelitian RISE (Reasearch on Improving system of education) adalah sistem rekrutmen guru yang hanya untuk memenuhi kebutuhan ASN namun tidak berorientasi pada profesionalisme guru. Sistem rekrutmen guru sebaiknya dipisahkan dari rekrutmen ASN. Hal ini berdampak pada kualitas berbagai guru, guru yang memang ingin mengajar atau sekedar mendapat jabatan sebagai ASN. Guru sudah seharusnya dituntut memiliki keterampilan yang tinggi dan keinginan untuk mendidik siswa dengan baik dan mengajar siswa secara efektif.
Untuk mengatasi rendahnya kualitas guru akibat sistem rekrutmen seperti itu, maka perlu dilakukan pemisahan rekrutmen guru. Selain itu perlu adanya sistem pemagangan atau uji coba mengajar sebelum diangkat menjadi ASN. Sehingga nantinya mereka yang diterima menjadi guru ASN benar-benar melalui seleksi yang ketat sehingga menghasilkan guru yang berkualitas.
Sebagai informasi, Sumarno menikah dengan Siwi Triyastuti dan dikaruniai tiga orang putra yakni, Muhammad Alfian Nur (29), Muhammad Ramadhan (25) yang masing-masing telah lulus kuliah dan anak ketiga Ahmad Rizki Lukito sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas di Depok.
Sumarno saat ini bertugas sebagai kepala sekolah di SMPN 10 Depok. Selain sebagai kepala sekolah, ia aktif sebagai pengurus MGMP Bahasa Indonesia di Kota Depok sebelum diangkat menjadi kepala sekolah. Dan kini setelah menjabat sebagai kepala sekolah, ia aktif dalam kepengurusan MKKS SMP di Kota Depok. Pengalaman lainnya adalah aktif sebagai tim penilai angka kredit guru di Dinas Pendidikan Kota Depok.(*)